Skip to main content

Intinya Adalah Menerima


Semenjak kecil, gue suka sama kata-kata bijak atau quote. Dari setiap hal yang gue baca, baik itu buku pelajaran, komik atau novel, gue selalu mencari quote yang bagus dan mengena buat gue. Sampai saat ini gue masih suka quote, dan bahkan di blog ini juga ada label tersendiri untuk quote.

keepcalmandposters.com
sumber: keepcalmandposters.com

Dari banyak quote yang pernah gue baca. Ada satu quote yang selalu gue ingat. Meskipun gue lupa baca di mana, tapi gue suka banget sama quote ini dan bahkan tanpa sadar jadi bagian dari prinsip hidup gue. Quote-nya itu:

Accept things you can’t change. If you can and want to change it, then just do it!
Terimalah hal-hal yang tidak bisa kamu ubah. Jika kamu bisa dan mau mengubahnya, maka lakukanlah!

Quote-nya sederhana, bukan!? Tapi buat gue maknanya sangat dalam.

Satu contoh sederhana dari penerapan quote ini: gue sebagai seorang yang dulu sering menggunakan KRL sering berlarian menuju ke stasiun, khawatir ketinggalan kereta. Gue merasa lega saat gue berhasil menaiki kereta yang gue incar waktu keberangkatannya. Perasaan gue senang dan tiba-tiba gue mensyukuri berbagai hal yang terjadi sebelum gue berhasil masuk ke dalam kereta, seperti “untung nggak macet”, “untung tadi parkir motornya gampang”, dan “untung-untung” lainnya.

Namun sebaliknya, gue merasa nyesek saat tertinggal kereta tersebut. Apalagi kalau sudah berlari dari tempat parkir dan pintu kereta tertutup persis di depan muka. Perasaan jadi kesal dan gue justru menyalahkan semua hal yang terjadi sebelum gue tertinggal kereta, “tadi siap-siapnya kelamaan sih”, “tadi macet sih” dan lainnya. Meskipun mungkin perasaan negatif itu nggak berlangsung lama, tapi tetap saja perasaan negatif itu ada.

Suatu hari gue berangkat sedikit lebih telat dari biasanya. Begitu mendekati stasiun, gue melihat KRL yang jadwal berangkatnya masih sekitar 5 menit lagi, udah menunggu waktu keberangkatan di peron. Saat itu gue mengulang quote favorit gue tersebut dan berdialog dengan diri gue sendiri:

“Masih ada lima menit, keburu sih kalau lari.”

“Tapi gue males lari. Udahannya tuh capek dan keringetan.”

“Kalau ketinggalan yang ini, nanti terlambat kerja lho!”

“Nggak apa-apa deh telat. Nggak sampai setengah jam kok.”

Akhirnya gue memutuskan untuk nggak lari dan ketinggalan kereta. Meskipun demikian, gue merasa damai dan nggak sedikit pun menyalahkan semua hal yang terjadi. Kenapa? Karena gue nggak mau mengubah fakta bahwa gue akan ketinggalan kereta, atau dengan kata lain, gue menerima kondisi yang nggak bisa gue ubah karena gue nggak mau mengubah hal yang sebenarnya bisa gue ubah kalau gue mau melakukannya.

Bingung nggak? Hahaha... Kira-kira ini penjelasannya secara grafis:


Yaaap… Gue seniat itu sampai bikin flowchart segala hahaha… Anyway, paham nggak penjelasannya? Skenario A sebenarnya sama dengan Skenario B. Perbedaannya hanya yang mana yang akan terpikirkan duluan. Di akhir pilihannya hanya dua, entah lo menerima hal yang nggak bisa lo ubah atau lo berhasil mengubah hal itu.

Kalau kita bisa duduk sebentar dan mengingat kembali kehidupan yang telah kita lewati, ada banyak permasalahan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan menerima. Gue tau bahwa menerima itu sangat sulit untuk dilakukan, tapi nggak ada salahnya untuk mulai belajar menerima, bukan!?

Semenjak gue rutin mempraktekkan quote ini, gue merasa hidup gue jadi lebih damai karena gue nggak berlama-lama meratapi hal yang nggak bisa gue ubah. Meskipun memang untuk masalah yang lebih besar, perlu waktu yang lebih lama untuk bisa menerima. Tapi setidaknya gue bisa memutuskan mau tetap bersedih atau bahagia, dan tentu saja gue memutuskan untuk bahagia.

Meskipun demikian, layaknya manusia pada umumnya, gue masih punya banyak insecurities. Salah satu yang terbesar adalah rasa malas. Gue mager parah!! Gue lebih memilih mengerjakan pekerjaan di saat deadline dari pada langsung dikerjakan. Gue juga bahkan pernah membatalkan janji ketemu karena tiba-tiba mager. Ingin rasanya jadi orang yang lebih rajin, tapi…

Insecurity lainnya adalah ketika ada permasalahan yang cukup pelik, gue cenderung lebih sering overthinking dari pada biasanya. Padahal gue tau kalau overthinking itu nggak bagus. Tapi saat sedang ada masalah, can’t help but keep doing that.

Makanya gue bersyukur banget saat teman gue memberi tau tentang Satu Persen. Ternyata ada lho akun yang membahas tentang kesehatan mental dan pengembangan diri yang materinya bagus dan berkualitas. Gue bisa mencari solusi untuk mengurangi rasa malas dan overthinking yang gue alami. Pasti nggak langsung 100% bisa langsung diterapkan sih, tapi setidaknya ada perkembangan Satu Persen setiap harinya.

“No matter how many mistakes you make or how slow you progress, you are still way ahead of everyone who isn’t trying” -Tony Robbins-


Comments

  1. Diagramnya menarik sekaligus terkejut Day, haha
    Perihal "menerima" ini satu hal yang selalu Ayah gue juga tekankan di setiap keputusan yang gue ambil: "terima apapun konsekuensi yang datang dan hadapi."

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena gue susah ngejelasinnya pake narasi Pe hahaha.. Yang kebayang di otak gue tuh bentuk flowchart gitu hahaha..

      Menurut gue, memang pada akhirnya, semua hal berakhir di penerimaan sih Pe. Jadi mau nggak mau memang harus mulai untuk belajar.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Itinerary and Budget South Korea Trip [May 2016]

Setelah sepuluh postingan sebelumnya itu menceritakan tentang kejadian apa aja yang terjadi selama perjalanan gw, Nono dan Anita di Korea Selatan pada tanggal 1 – 10 Mei 2016, kali ini gw akan memposting mengenai keseluruhan itinerary kita dan juga budget gw selama traveling kemaren. Sebelum liat itinerary aktual kita pas di Korea Selatan, ini gw kasih liat itinerary yang kita rencanain sebelum berangkat: ( please click and then  open image in new tab  for bigger resolutions ) Rencana Itinerary di Korea Selatan

My Personality Test Result

I tried this personality test on  http://personality.visualdna.com/ I am a Harmonizer . Harmonizer means a mediator who brings one thing into harmonious agreement with another. Spirit: You're a Harmonizer. Loyal and honest, you're generous with your time and know how to support your friends. You value one-on-one time with your inner circle and have a few close friends who you can truly rely on. Reliable and trustworthy, you seek harmony and balance in your life. You forge strong, long-lasting friendships, and your friends value your honesty and frank opinions. You tend to value routine and security. You know how to take the good with the bad. Your balanced attitude means life feels pretty good and you're comfortable in your own skin.   When it comes to improving things in your life, why would you say no to extra cash? It would be great to treat the family whenever you feel like it. The trick is to be disciplined about budgeting. If you...

Beberapa Hambatan Menuju Kebahagiaan

 Menunda Kebanyakan orang tidak berhasil di dunia ini karena selalu menunda-nunda apa yang seharusnya diselesaikan. tampaknya ada suatu suasana "nikmat" dalam penundaan ini, semakin sering menunda sesuatu, semakin terasa kurang bertanggung jawab. Setelah bertumpuk-tumpuk, barulah terasa berat dan kemudian mencari-cari dalih yang membenarkan dirinya. Malas Kemalasan bukanlah warisan. Seorang pemalas melihat pagi hari dengan berbaring di tempat tidur seraya memperhatikan berkas cahaya pagi yang menembus jendela, memperhatikan siang hari dengan keluh kesah bahwa matahari terlalu terik sehingga melelahkan badannya, menatap senja dengan mengatakan bahwa di sumur ada hantu gentayangan. orang yang tekun bekerja menyambut subuh dengan keriangan yang menyibukkan serta merasakan keramahan senja dengan kesibukan yang bermanfaat untuk masa depan. orang malas lebih banyak berlindung di balik selimut dari pada menikmati kehidupan yang sesungguhnya dari berbagai corak, menghindarkan diri...

Choices

Everyday I'm kinda stuck in this "choice" thing. It seems just a trivial matter. The choice is about which route should I take to go home? For me, it's not a trivial matter. Why? Let me tell you the background story. In some previous posts, I think I've told you that I have a new job in a consultant. The office located in Ampera Street. This is not a very well known street, so that I just tell everyone that asks that I work in Pejaten. The first route that I took to reach this place is via commuter line to Pasar Minggu Station and then ride the public transportation car no. 36 to Ampera Street. It feels so far from home. It takes 2 hours to go to the office and 2.5 - 3 hours to go back home!! It seriously drives me crazy!! Believes it or not, this route even makes my emotion unstable in the first month of working! Like I've spend too much time on the road! Finally several months later, actually when I got back after my training in Yogyakarta, my cowor...