Skip to main content

Review: Novel "Harga Sebuah Percaya"

Beberapa hari yang lalu gw baru selesai baca novelnya Tere Liye yang berjudul “Harga Sebuah Percaya”. Sebelumnya gw pernah review novel “BUMI” karya Tere Liye (bisa dibaca di sini). Sampai saat ini masih belum ada mood untuk ngelanjutin review novel “BULAN”, sekuel dari “BUMI”. :(

Gw punya novel ini dari akhir Agustus 2019. Saat itu akun official Gramedia lagi diskon, akhirnya gw beli lima novel Tere Liye dan salah satunya “Harga Sebuah Percaya” ini. Empat novel lainnya masih terbungkus rapi dan gw masih belum ada mood untuk baca. Mungkin salah satunya akan segera gw baca saat liburan akhir tahun ini. Lagi pula saat ini gak ada drama Korea yang diikutin, jadi gw punya banyak waktu luang untuk baca.

Harga Sebuah Percaya
dokumentasi pribadi

Review ini mengandung SPOILER! dan juga sangat subjektif! Jadi gak apa-apa kalau ada yang punya pendapat lain. Let’s respect each other and I’m very open for a discussion! Silahkan comment di bawah, pasti gw bales kok hehe…

Overall, Novel “Harga Sebuah Percaya” ini menceritakan kisah Jim yang sedang berjuang membuat dongengnya sendiri. Novel ini ditulis dari sudut panjang orang ketiga. Alur ceritanya campuran antara alur maju dan alur mundur.

Sinopsis: “Harga Sebuah Percaya”

Jim adalah seorang pemuda yatim piatu, miskin papa, dan tidak berpendidikan. Jim jatuh cinta pada Nayla, putri keluarga bangsawan Negeri Seberang yang bermartabat. Mereka berdua saling mencintai, akan tetapi latar belakang yang berbeda menghalangi hubungan mereka. Kisah cinta mereka berakhir menyedihkan karena Nayla pergi mendahului Jim.

Kepergian Nayla membuat Jim sangat membenci dirinya sendiri. Ia menyesali betapa pengecutnya ia selama ini. Di saat terendah dalam hidupnya, Jim bertemu dengan seorang pria tua yang memperkenalkan dirinya sebagai Sang Penandai. Sang Penandai memilih Jim untuk membuat dongeng baru. Ia ingin Jim ikut berlayar dengan Armada Kota Terapung yang menjelajah ke Tanah Harapan. Sepanjang perjalanan Jim diminta untuk mempercayai satu kalimat:

Pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.

dan sisanya serahkan pada waktu. Biarkan waktu menyelesaikan bagiannya. Maka Jim akan mendapatkan hadiah terindah atas cinta sejatinya.

Dengan berjuta perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya, Jim pun ikut berlayar dengan Armada Kota Terapung menuju ke Tanah Harapan. Ia kemudian memiliki teman dekat yang bernama Pate. Berbagai peristiwa dan kejadian Jim lalui selama pelayaran tersebut. Mulai dari perang dengan kelompok Perompak Yang Zhuyi, akrab dengan Laksamana Ramirez, menemani Pate ke Puncak Adam, hingga perang dengan Pemberontak Budhis di Kota Champa.

Semua peristiwa itu telah mengubah Jim. Ia bukan lagi si pengecut yang tidak berpendidikan, tetapi si gagah berani, berpendidikan dan terampil. Akan tetapi, kenangan memilukan tentang Nayla masih tetap membayangi pikiran Jim. Ia masih menangis tanpa air mata setiap kali teringat tentang Nayla. Ia masih belum bisa berdamai dengan masa-masa menyakitkan itu.

Setelah perlayaran panjang, Armada Kota Terapung akhirnya tiba di Tanah Harapan. Jim memutuskan untuk tinggal di Tanah Harapan bersama Laksamana Ramirez dan Pate. Mereka bertiga menjelajahi hutan-hutan lebat di Tanah Harapan. Di akhir perjalanan, Pate menyuruh Jim pergi dan membantu Laksamana Ramirez menyelesaikan dongeng mereka masing-masing. Meskipun saat itu, Pate sendiri tidak berdaya menghadapi Barikade Perawan.

Laksamana Ramirez berhasil menyelesaikan dongengnya dan lenyap. Meninggalkan Jim sendirian di dalam hutan terlarang. Ia pun akhirnya ditangkap dan disekap oleh Barikade Perawan. Di momen terakhir hidupnya, Jim memanggil Sang Penandai. Sang Penandai pun berkata:

Sebenarnya, itulah dongeng yang harus kau jalani, Jim. Itulah bagian terpentingnya. Bagaimana kau bisa melanjutkan hidupmu walau tak mendapatkan cinta sejatimu. Bagaimana kau bisa melanjutkan hidupmu meski harus menanggung beban masa lalumu. Dan inilah ujung dongengmu tersebut.

Sang Penandai menjelaskan bahwa Jim harus berdamai dengan masa lalunya. Dimulai dengan memaafkan diri sendiri dan menerima kenyataan yang ada. Maka dongengnya akan berakhir dengan indah dan Jim akan menerima hadiah hebat setelah itu. Jim menangis dan mengakui bahwa dirinya tak pernah mau berdamai dengan kenangan-kenangan itu.

Di sisa nafas terakhirnya, Jim telah berdamai dengan kenangan masa lalunya. Ia bisa memaafkan dirinya dan menerima semuanya dengan sebenar-benarnya penerimaan. Jim dengan bahagia bisa menyebut nama Nayla tanpa penyesalan. Tersenyum mengingat semuanya.

Baik sekali akhir yang Jim miliki, dan hadiah besar telah menunggu orang yang percaya hingga detik terakhir.

Comments

Hal pertama yang terpikirkan saat mulai baca novel ini adalah betapa sepertinya Tere Liye menyukai kisah di dalam pelayaran, contohnya setting di novel “RINDU” dan “KOMET”. Terkait kisah “Harga Sebuah Percaya” itu sendiri, memang sangat nyata dituliskan bahwa Jim tidak bisa melupakan Nayla dan tersiksa akan kenangan-kenangan masa lalunya. Juga betapa Jim membenci dan menyesali dirinya yang begitu pengecut dan tidak bisa berbuat apa-apa. Akan tetapi, berbagai aktivitasnya selama pelayaran itu membuatnya berubah menjadi orang yang berbeda.

Personally, gw belum bisa terlalu relate sama Jim karena emang gw belum pernah merasakan jatuh cinta yang sebegitunya #sedih #curcol. Tapi gw rasa cinta memang bisa membuat orang menjadi seperti Jim. Dari kisah ini kita bisa ambil pelajaran bahwa kita harus bisa berdamai dengan masa lalu.

Kau tidak akan pernah bisa berdamai dengan masa lalumu jika kau tidak memulainya dengan memaafkan diri sendiri. Kau harus mulai memaafkan semua kejadian yang telah terjadi. Tidak ada yang patut disalahkan. Kau justru harus memulainya dengan tidak menyalahkan dirimu sendiri.

Untuk bisa sempurna berdamai dengan masa lalu itu kau juga harus menerima semua kenangan itu. Meletakkannya di bagian terpenting hatimu, memberikannya singgasana dan mahkota. Karena bukankah itu semua kenangan yang paling indah? Paling berkesan. Paling membahagiakan.

Jika ia memang kenangan yang paling indah, mengapa kau selalu pilu mengenangnya. Mengapa? Karena kau tak pernah mau menerima kenyataan yang ada. Kau selalu menolaknya. Seketika. Tak pernah memberikan celah kepada hati untuk berpikir dari sisi yang lain. Kau membunuh setiap penjelasan. Tidak sekarang, kau membunuh penjelasan itu esok pagi. Tidak esok pagi, kau bunuh penjelasan itu esok lusa.

Masalah penerimaan itu bukan sesuatu yang sederhana. Banyak sekali orang-orang di dunia ini yang selalu berpura-pura. Berpura-pura menerima tetapi hatinya berdusta. Kita semua harus berlatih susah payah untuk belajar menerima. Apakah itu sulit? Tidak. Itu mudah. Tetapi kau memang tak pernah memulainya. Kau justru terjebak dalam lingkaran penyesalan. Tidak boleh, urusan ini tidak pernah boleh melibatkan walau sehelai sesal.

Kalimat-kalimat di atas bijak sekali memang. Bisa jadi panduan untuk belajar berdamai dengan masa lalu. Gw rasa bisa diterapkan untuk segala hal, dan gak terbatas hanya untuk cinta. Satu lagi pelajaran hidup dari novel Tere Liye. That’s why I love his novels!

Semoga review kali ini bermanfaat dan sampai ketemu di postingan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Itinerary and Budget South Korea Trip [May 2016]

Setelah sepuluh postingan sebelumnya itu menceritakan tentang kejadian apa aja yang terjadi selama perjalanan gw, Nono dan Anita di Korea Selatan pada tanggal 1 – 10 Mei 2016, kali ini gw akan memposting mengenai keseluruhan itinerary kita dan juga budget gw selama traveling kemaren. Sebelum liat itinerary aktual kita pas di Korea Selatan, ini gw kasih liat itinerary yang kita rencanain sebelum berangkat: ( please click and then  open image in new tab  for bigger resolutions ) Rencana Itinerary di Korea Selatan

My Personality Test Result

I tried this personality test on  http://personality.visualdna.com/ I am a Harmonizer . Harmonizer means a mediator who brings one thing into harmonious agreement with another. Spirit: You're a Harmonizer. Loyal and honest, you're generous with your time and know how to support your friends. You value one-on-one time with your inner circle and have a few close friends who you can truly rely on. Reliable and trustworthy, you seek harmony and balance in your life. You forge strong, long-lasting friendships, and your friends value your honesty and frank opinions. You tend to value routine and security. You know how to take the good with the bad. Your balanced attitude means life feels pretty good and you're comfortable in your own skin.   When it comes to improving things in your life, why would you say no to extra cash? It would be great to treat the family whenever you feel like it. The trick is to be disciplined about budgeting. If you...

Beberapa Hambatan Menuju Kebahagiaan

 Menunda Kebanyakan orang tidak berhasil di dunia ini karena selalu menunda-nunda apa yang seharusnya diselesaikan. tampaknya ada suatu suasana "nikmat" dalam penundaan ini, semakin sering menunda sesuatu, semakin terasa kurang bertanggung jawab. Setelah bertumpuk-tumpuk, barulah terasa berat dan kemudian mencari-cari dalih yang membenarkan dirinya. Malas Kemalasan bukanlah warisan. Seorang pemalas melihat pagi hari dengan berbaring di tempat tidur seraya memperhatikan berkas cahaya pagi yang menembus jendela, memperhatikan siang hari dengan keluh kesah bahwa matahari terlalu terik sehingga melelahkan badannya, menatap senja dengan mengatakan bahwa di sumur ada hantu gentayangan. orang yang tekun bekerja menyambut subuh dengan keriangan yang menyibukkan serta merasakan keramahan senja dengan kesibukan yang bermanfaat untuk masa depan. orang malas lebih banyak berlindung di balik selimut dari pada menikmati kehidupan yang sesungguhnya dari berbagai corak, menghindarkan diri...

Choices

Everyday I'm kinda stuck in this "choice" thing. It seems just a trivial matter. The choice is about which route should I take to go home? For me, it's not a trivial matter. Why? Let me tell you the background story. In some previous posts, I think I've told you that I have a new job in a consultant. The office located in Ampera Street. This is not a very well known street, so that I just tell everyone that asks that I work in Pejaten. The first route that I took to reach this place is via commuter line to Pasar Minggu Station and then ride the public transportation car no. 36 to Ampera Street. It feels so far from home. It takes 2 hours to go to the office and 2.5 - 3 hours to go back home!! It seriously drives me crazy!! Believes it or not, this route even makes my emotion unstable in the first month of working! Like I've spend too much time on the road! Finally several months later, actually when I got back after my training in Yogyakarta, my cowor...