Minggu sore hujan kembali mengguyur kota. Tidak terlalu deras, tapi tidak
terlalu rintik juga. Bukan jenis hujan petir atau hujan angin yang membuat
semua orang ingin berlindung, tapi jenis hujan yang disukai oleh para pecinta
hujan. Salah satu pecinta hujan itu bernama Della.
Della baru turun dari kereta rel listrik. Sambil melihat hujan di
sekelilingnya, ia pun berjalan keluar dari stasiun yang merupakan salah satu
pintu masuk dari kampus tempatnya berkuliah. Della biasanya kembali ke kost
pada hari Senin pagi. Namun mulai minggu ini, Della kembali ke kost hari Minggu
sore karena ia tidak ingin terlambat lagi masuk kelas.
Di luar gate stasiun ada halte yang berukuran cukup luas. Pada
hari kerja ada bis kampus yang menjadi andalan mahasiswa. Namun, bis itu tidak
beroperasi pada hari Minggu. Della sudah berdiri di halte yang cukup dipenuhi
oleh orang-orang yang berteduh. Ia kemudian membuka ranselnya dan mengambil
payung lipat yang selalu ia bawa. Sambil tersenyum, Della memasang ransel di
depan badannya lalu membuka payung lipat tersebut.
Tempat kost Della berada di dekat Fakultas Teknik yang merupakan fakultasnya
Della dan juga fakultas terjauh dari halte stasiun. Ada beberapa tukang ojek
kampus di sisi lain halte, namun Della lebih memilih untuk berjalan kaki dan
menikmati hujan.
Setelah menyeberangi jalan, Della memasuki jalan setapak yang dipenuhi
oleh pepohonan tinggi. Saat ia sedang menikmati dedaunan yang terkena rintik
hujan, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berlari dari arah halte stasiun dan
berhenti tepat di bawah payungnya.
Laki-laki itu sedikit terengah dan berkata, “Maaf Mbak, boleh nebeng
payungnya sampai FISIP?” Della menengok dan secara refleks menjauhkan dirinya
dari orang yang tidak dikenalnya itu. Laki-laki itu kemudian meneruskan
kalimatnya tanpa jeda, “Harusnya saya ikut kegiatan BEM dari tadi siang. Tapi tiba-tiba
ada urusan keluarga, jadinya baru bisa datang sekarang. Tadinya mau naik ojek,
tapi udah keduluan yang lain. Terus saya lihat Mbak pakai payung sendirian jadi
tanpa pikir panjang langsung saya kejar. Boleh ya Mbak?”
Laki-laki berjaket hoodie abu-abu itu makin terengah setelah
buru-buru menjelaskan alasan keberadaannya. Della memahami kondisi laki-laki
itu, meskipun ia sebenarnya masih terkejut dengan kehadirannya. Della menjawab
pelan, “Iya, boleh Mas. Kebetulan saya juga lewat FISIP.”
“Makasih ya!” laki-laki itu tersenyum dan kemudian memperkenalkan
dirinya, “Saya Hendri, Semester 7 Jurusan Hubungan Internasional. Semester ini
periode terakhir di BEM, jadi saya selalu usahain datang kalau ada kegiatan,
meskipun telat hehe… Sini, biar saya aja yang pegang payungnya.”
Della tersenyum simpul dan membiarkan Hendri memegang payungnya. Di dalam
benaknya, Della khawatir apakah Hendri benar seperti apa yang dia katakan atau
ternyata dia punya maksud lain.
Hendri terlihat seperti orang baik. Penampilannya dengan kaos biru tua,
jaket hoodie abu-abu dan tas ransel hitam pun sangat terlihat normal.
Orang lain mungkin berpikir bahwa pertemuan mereka berdua romantis, tapi bukan
itu yang dirasakan oleh Della. Sebagai penggemar komik dan novel dengan genre
misteri, crime, suspense dan thriller, pikirannya dipenuhi
dengan berbagai kemungkinan seperti yang terjadi dalam komik dan novel yang
dibacanya.
sumber: 9images.blogspot.com |
Hendri menghentikan lamunan Della dengan bertanya, “Nama kamu siapa?”
Della memeluk tasnya dan melihat ke arah Hendri. Dengan agak ragu dia
berkata, “Sebelumnya saya minta maaf Kak,” Della mengganti sapaannya karena
mengetahui Hendri lebih senior. Yang disapa menatap balik Della dengan
penasaran.
“Saya sering baca komik dan novel bergenre suspense dan thriller.
Meskipun adegannya terlihat romantis, tapi selalu ada motif tersembunyi di
balik adegan itu. Entah penipuan atau pembunuhan.” Della melirik ke arah Hendri
dan Hendri masih menyimak perkataan Della, meskipun ia sudah mulai kebingungan.
“Hmm… langsung intinya aja ya Kak.” Della kembali melirik ke arah Hendri.
“Kakak nggak berniat jahat kan ke saya!? Ngambil laptop atau uang saya? atau
bahkan ngebunuh saya?”
“Hah!?” mata Hendri terbelalak mendengar pertanyaan Della.
Della tersenyum simpul dengan canggung dan mengalihkan pandangannya dari
Hendri. Hendri masih tertegun. Kemudian ia berhenti dan tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha… saya!? Ngambil laptop atau ngebunuh kamu? Hahaha…” Tawanya
menjadi semakin terbahak.
Della mulai menyadari kepolosan dan kebodohannya, ia berkata “Saya minta
maaf Kak. Tolong lupain apa yang saya tanya barusan.” Della mengambil payung
dari tangan Hendri dan mulai berjalan dengan tergesa.
Hendri yang masih terkikik kemudian mengejar Della, “Pertanyaan kamu out
of the box banget. Berhenti sebentar deh.” Della pun berhenti dan
takut-takut melirik ke arah Hendri.
Hendri mengeluarkan dompet dari saku belakangnya dan mulai mengeluarkan
beberapa kartu identitasnya, “ini KTM, KTP dan SIM saya.” Della dengan ragu
mengambil kartu identitasnya dan melihat bahwa kartu-kartu tersebut seperti
kartu identitas pada umumnya.
“Ayah saya anggota TNI.” ujar Hendri sambil menunjukkan foto keluarganya.
“Saya pasti dipenjara Ayah saya kalau sampai ngelakuin hal seperti itu.” Della
melihat foto keluarganya dan apa yang disampaikan oleh Hendri memang benar.
“Saya sama sekali nggak ada niat jahat ke kamu.” kata Hendri sambil
menatap Della sambil tersenyum. “Saya malah terima kasih karena boleh nebeng
payung. Jadi kamu nggak usah takut sama saya.”
“Saya minta maaf Kak.” ujar Della sambil tertunduk. “Semalam saya baru
selesai baca komik yang motifnya mirip seperti ini. Jadinya masih agak
kepikiran.”
Hendri pun tersenyum dan berkata, “Yuk, jalan lagi.” Ia pun kembali
mengambil payung dari tangan Della.
Sepuluh menit kemudian mereka tiba di FISIP. Sisa perjalanan mereka hanya
dipenuhi oleh rintikan hujan yang mengenai payung dan suara Hendri yang
sesekali terdengar terkikik pelan.
“Sudah sampai FISIP.” ujar Hendri sambil mengembalikan payung ke tangan
Della. “Makasih udah boleh nebeng.”
“Sama-sama Kak. Sekali lagi saya minta maaf.” ujar Della sambil
tertunduk.
Hendri kembali tersenyum, “Semoga kita bisa ketemu lagi ya. Semoga saat
itu kamu udah nggak takut lagi sama saya.”
Della mendongakkan kepalanya dan menatap Hendri. Yang ditatap masih tetap
tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian ia berlari menuju gedung
terdekat.
Della masih terpaku dan memperhatikan Hendri. Hendri yang sudah meneduh,
membalikkan badan dan melihat Della masih berdiri di tempat yang sama. Ia pun
melambaikan tangan dan berteriak, “Sampai ketemu lagi.”
Wajah Della pun memerah dan dengan tergesa ia melanjutkan perjalanannya
ke tempat kost. Baru kali ini Della tidak memperhatikan hujan karena pikirannya
dipenuhi oleh perkataan Hendri.
*Satu bulan kemudian*
“Del, nanti makan siang di FISIP, yuk!” ujar Elsa, sahabat Della. “Gue
mau nganterin bukunya Bang Eki. Tadi pagi dia berangkat buru-buru, jadinya
bukunya ketinggalan. Padahal bukunya mau dipakai saat bimbingan seminar nanti
siang.”
Belum sempat mengiyakan, lengan Della sudah ditarik oleh Elsa. Mendengar
kata “FISIP” mengingatkan Della atas kejadian di saat hujan sebulan lalu.
“Bang Eki jurusan apa, El?”
“Hubungan Internasional, Semester 7.”
Mendengar bahwa Kakaknya Elsa sejurusan dan seangkatan dengan Hendri
membuat Della menjadi sedikit salah tingkah. Di dalam benaknya, Della berharap
agar dia bisa bertemu kembali dengan Hendri.
Della dan Elsa pun tiba di kantin FISIP. Elsa menelepon kakaknya dan
mulai berjalan masuk ke area kantin. Della mengikuti Elsa dari belakang.
“Bang Eki!” seru Elsa sambil berjalan menuju dua orang laki-laki yang
sedang sibuk mengetik di depan laptop. Kedua laki-laki itu mengalihkan
pandangannya dari laptop dan melihat ke arah Elsa dan Della.
Laki-laki yang mengenakan kemeja biru di sebelah kanan melambaikan
tangannya, dan menjawab panggilan Elsa. “Dia pasti Bang Eki”, tebak Della dalam
hati. Della mengalihkan pandangannya ke laki-laki di sebelah kiri. Ia mengenakan
jaket hoodie abu-abu dan terkejut saat melihat Della. Della pun terhenti
begitu melihat laki-laki itu. Dia adalah Hendri.
Setelah memberikan buku yang dibawanya, Elsa kemudian mengenalkan Della
kepada kakaknya dan sebaliknya Bang Eki memperkenalkan Hendri kepada mereka
berdua. Sebelum mengobrol lebih jauh, Elsa dan Bang Eki pergi untuk memesan
makanan untuk mereka berempat dan meninggalkan Della dan Hendri berduaan.
“Hai! Akhirnya kita ketemu lagi ya.” ujar Hendri sambil tersenyum. Ia
mengulurkan tangannya dan kembali memperkenalkan dirinya, “Hendri, Semester 7
Jurusan Hubungan Internasional. Saya bukan orang jahat.”
Della salah tingkah mendengar perkenalan diri Hendri. Ia kemudian menyambut
tangan Hendri dan sambil tersipu ia berkata, “Della, Semester 5 Jurusan
Arsitektur. Saya tau Kakak bukan orang jahat.”
Hendri tertawa kecil, sebelum kemudian melanjutkan, “Senang akhirnya bisa
kenalan sama kamu.” Della yang masih tersipu kemudian menatap Hendri dan ikut
tertawa bersamanya.
awal cerpen ngajak nostalgia bangettttzzz....
ReplyDeleteJadi kangen kampus ya Pril huhu
Delete