Hari senin yang lalu merupakan satu dari hari yang melelahkan di semester 6 untukku, cut, emma, eby dan april. Perjalanan ke BPLH yang melelahkan. Terlalu panjang untuk diceritakan satu per satu. Satu hal yang jelas adalah perjalanan kemarin penuh dengan PENANTIAN. Menanti bikun yang tak kunjung datang, KRL Ekonomi yang untung saja ke arah Tanah Abang dan yang paling menyesakkan adalah Kopaja 63 yang benar-benar lama dan penuh sesak dengan orang yang baru pulang kantor.
Sebenarnya inti dari postingan ini bukan itu. Ada satu peristiwa yang masih terekam jelas di benak ini. Saat itu hujan rintik menyapa bumi. Kopaja 63 yang dinanti pun tidak kunjung datang. Menghabiskan waktu dengan mengobrol satu sama lain. Tiba-tiba lewat di depan kami seorang bapak yang sedang menuntun sepeda. Dan penglihatanku masih cukup baik untuk melihat bahwa di keranjang depan sepeda tersebut terdapat anak kecil. Umurnya kira-kira di bawah tiga tahun. Anak kecil itu beralaskan kain-kain yang cukup banyak. Namun tidak ada penutup yang melindungi anak itu dari tetesan hujan. Mataku mengikuti gerakan sang bapak yang terus jalan tanpa menghiraukan kami yang melihat. Di bagian belakang sepeda tersebut kulihat ada sebuah kotak yang cukup besar. Kotak tersebut memiliki beberapa lubang kecil yang ditutup dengan kawat. Kulihat ada tulisan "Di Jual Burung ... " Entah jenis burung apa yang dijual. Dan memang terlihat ada burung kecil di dalam lubang kecil tersebut.
Aku beralih pada temanku dan bertanya "itu maksudnya apa ya?" Mereka tertawa dan sama halnya denganku mereka pun tidak tahu. Saat aku berbalik, mereka sudah semakin menjauh. Satu lagi yang membuatku kaget adalah kini di depan mereka ada seorang ibu yang juga sedang menuntun sepeda. Jangan katakan bahwa dia adalah istri dari sang bapak. Di tengah rintik hujan, mereka berjalan beriringan dan dikelilingi oleh klakson mobil yang bersahut-sahutan. Mereka terus berjalan hingga tidak terlihat lagi dari penglihatan.
Menyedihkan! Sangat menyedihkan! Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi dimana kau hanya bisa melihat dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Sesak! Melihat mereka dadaku sesak! Ya Allah bagaimana cara mereka menjalani hidup? Bagaimana mereka makan? Apakah mereka memiliki tempat untuk pulang?
Karena mereka, aku baru menyadari bahwa nikmat yang Kau berikan kepadaku sungguh sangat luar biasa. Aku bisa makan makanan enak setiap hari tanpa harus bersusah payah sebelumnya. Aku memiliki rumah untuk pulang setelah lelah dengan aktivitasku. Bahkan tugas besar di semester 6 ini jadi terasa begitu menyenangkan karena aku bisa kuliah, dan aku kuliah di Universitas bergengsi yang menyandang nama bangsa, Universitas Indonesia.
Betapa bodohnya aku yang mungkin sebelumnya sering mengeluh karena hal-hal kecil. Aku sudah diberikan nikmat yang sangat banyak. Banyak sekali jika dibandingkan dengan mereka. Dan aku tidak akan membandingkan nikmat yang telah aku dapatkan dengan nikmat teman-temanku yang jauh lebih banyak dari pada aku. Aku tidak ingin mengeluh kepada-Mu setiap hari, mempertanyakan kenapa nikmat mereka jauh lebih banyak dari pada aku. Aku tidak ingin Kau mengambil perasaan bersyukur ini dari dalam diriku. Biarkan aku untuk terus bersyukur kepada-Mu. Izinkanlah aku untuk mendapatkan nikmat-Mu yang lebih banyak lagi dengan usahaku, dengan kerja keras ku sendiri dan dengan cara-cara yang tidak menyimpang dari jalan-Mu. Izinkanlah juga agar aku dapat menjadi seorang engineer yang baik dan benar, bukan sekedar untuk mencari materi. Tapi seorang engineer yang dapat menggunakan ilmuku untuk membantu masyarakat, yang dapat membantu untuk memperbaiki lingkungan hidup mereka agar kualitas hidup mereka meningkat. Amin.
Ya Allah terima kasih atas perjalanan singkat yang telah membuka mataku ini :')
Sebenarnya inti dari postingan ini bukan itu. Ada satu peristiwa yang masih terekam jelas di benak ini. Saat itu hujan rintik menyapa bumi. Kopaja 63 yang dinanti pun tidak kunjung datang. Menghabiskan waktu dengan mengobrol satu sama lain. Tiba-tiba lewat di depan kami seorang bapak yang sedang menuntun sepeda. Dan penglihatanku masih cukup baik untuk melihat bahwa di keranjang depan sepeda tersebut terdapat anak kecil. Umurnya kira-kira di bawah tiga tahun. Anak kecil itu beralaskan kain-kain yang cukup banyak. Namun tidak ada penutup yang melindungi anak itu dari tetesan hujan. Mataku mengikuti gerakan sang bapak yang terus jalan tanpa menghiraukan kami yang melihat. Di bagian belakang sepeda tersebut kulihat ada sebuah kotak yang cukup besar. Kotak tersebut memiliki beberapa lubang kecil yang ditutup dengan kawat. Kulihat ada tulisan "Di Jual Burung ... " Entah jenis burung apa yang dijual. Dan memang terlihat ada burung kecil di dalam lubang kecil tersebut.
Aku beralih pada temanku dan bertanya "itu maksudnya apa ya?" Mereka tertawa dan sama halnya denganku mereka pun tidak tahu. Saat aku berbalik, mereka sudah semakin menjauh. Satu lagi yang membuatku kaget adalah kini di depan mereka ada seorang ibu yang juga sedang menuntun sepeda. Jangan katakan bahwa dia adalah istri dari sang bapak. Di tengah rintik hujan, mereka berjalan beriringan dan dikelilingi oleh klakson mobil yang bersahut-sahutan. Mereka terus berjalan hingga tidak terlihat lagi dari penglihatan.
Menyedihkan! Sangat menyedihkan! Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi dimana kau hanya bisa melihat dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Sesak! Melihat mereka dadaku sesak! Ya Allah bagaimana cara mereka menjalani hidup? Bagaimana mereka makan? Apakah mereka memiliki tempat untuk pulang?
Karena mereka, aku baru menyadari bahwa nikmat yang Kau berikan kepadaku sungguh sangat luar biasa. Aku bisa makan makanan enak setiap hari tanpa harus bersusah payah sebelumnya. Aku memiliki rumah untuk pulang setelah lelah dengan aktivitasku. Bahkan tugas besar di semester 6 ini jadi terasa begitu menyenangkan karena aku bisa kuliah, dan aku kuliah di Universitas bergengsi yang menyandang nama bangsa, Universitas Indonesia.
Betapa bodohnya aku yang mungkin sebelumnya sering mengeluh karena hal-hal kecil. Aku sudah diberikan nikmat yang sangat banyak. Banyak sekali jika dibandingkan dengan mereka. Dan aku tidak akan membandingkan nikmat yang telah aku dapatkan dengan nikmat teman-temanku yang jauh lebih banyak dari pada aku. Aku tidak ingin mengeluh kepada-Mu setiap hari, mempertanyakan kenapa nikmat mereka jauh lebih banyak dari pada aku. Aku tidak ingin Kau mengambil perasaan bersyukur ini dari dalam diriku. Biarkan aku untuk terus bersyukur kepada-Mu. Izinkanlah aku untuk mendapatkan nikmat-Mu yang lebih banyak lagi dengan usahaku, dengan kerja keras ku sendiri dan dengan cara-cara yang tidak menyimpang dari jalan-Mu. Izinkanlah juga agar aku dapat menjadi seorang engineer yang baik dan benar, bukan sekedar untuk mencari materi. Tapi seorang engineer yang dapat menggunakan ilmuku untuk membantu masyarakat, yang dapat membantu untuk memperbaiki lingkungan hidup mereka agar kualitas hidup mereka meningkat. Amin.
Ya Allah terima kasih atas perjalanan singkat yang telah membuka mataku ini :')
gue jg pernah merasakan hal yg sama day, sering bgt apalagi klo lg jalan2 ke arah pusat kota, makin banyak yg elit tp makin miris bgt ngeliat yg spt lo ceritakan itu.
ReplyDeleteRasanya pengen jd pemimpin biar bs mewakili mereka, rasanya campur aduk antara mau marah, kesel, ga terima, malu, tp ga bisa apa2.
alhamdulillah
semangat day, tetap terus bersyukur...